Konsepsi Tentang Jagat Raya
Kamis, 08 Januari 2015 by Unknown in Label:

Alam Semesta atau jagat raya dapat dipahami dengan konsepsi ilmiah, filosofis dan religius. Konsepsi ilmiah bersifat partikular dan spesifik. Karena keterbatasannya, konsepsi ilmiah saja tidak cukup untuk memahami alam semesta. Diperlukan konsepsi lain, tentunya. Konsepsi filosofis bersifat universal dan internal. Meskipun konsepsi filosofis dapat memahami alam semesta dengan universal (menyeluruh), namun sifatnya yang internal (murni spekulasi akal) bisa saja disubyektivikasi oleh beberapa subyek tertentu. Olehnya itu diperlukan konsepsi religius untuk dapat memahami alam semesta secara menyeluruh dan eksternal. Konsepsi religius yang bersifat eksternal merupakan konsepsi tentang alam semesta yang berasal dari luar diri manusia, yaitu wahyu Tuhan. Ketiga konsepsi di atas, jika dikombinasikan dapat melahirkan suatu konsepsi paripurna tentang alam semesta.

KARAKTERISTIK ALAM SEMESTA

Alam Semesta memiliki beberapa ciri;
1. Terbatas, hal ini dikarenakan alam semesta terlingkupi oleh ruang dan waktu.
2. Dinamis, karena ia terbatas, ia harus menuju sesuatu Yang Tak Terbatas untuk melepaskan keterbatasannya. Perjalanannya tersebut meniscayakan adanya gerak. Terlepas apakah gerak itu progresif (menyempurna) atau justru regresif (terhambat).
3. Bergantung, alam semesta yang terbatas ini pasti bergantung pada sesuatu Yang Tidak Terbatas dan Penggerak Utama yang Tidak Bergerak.
4. Tersusun, alam semesta bersifat jamak karena tersusun dari beberapa unsur.

Alam Semesta analogi kitab. Dengan memahaminya, kita akan memahami pencipta kitab tersebut. Alam Semesta disebut pula sebagai ayat kauniyah. Sementara kitab suci disebut sebagai ayat kauliyah. Alam Semesta disebut sebagai kitab suci secara kontekstual. Sementara kitab suci disebut sebagai alam semesta secara tekstual.

MANUSIA SEBAGAI MICROCOSMOS

Jika alam semesta adalah macrocosmos, manusia disebut sebagai microcosmos. Pertanyaannya kemudian, mengapa alam semesta yang besar ini dapat dipimpin (khalifah) oleh manusia yang kecil? Secara aksidental, alam semesta memang besar, namun secara substansial alam semesta jauh lebih kecil dibanding manusia. Macrocosmos tidak memiliki kehendak bebas dalam dirinya. Sementara manusia memiliki kehendak bebas tersebut.

TUGAS KEMANUSIAAN

Memanusiakan manusia adalah memberikan teladan pengetahuan dan agama baik pada diri sendiri, maupun manusia lain. Dari proposisi tersebut, kami menemukan 4 tahap evolusi kemanusiaan.

1. Yang terburuk adalah ia yang tidak bahagia ketika berpengetahuan dan beragama. Inilah yang tidak bahagia menjadi manusia. Tidak bahagia memanusiakan dirinya sendiri. Pada hakikatnya, ia bukan manusia.

2. Ada yang bahagia ketika hanya dirinya yang berpengetahuan dan beragama. Ia hanya memanusiakan dirinya. Pada tahap ini, ia baru menjadi setengah dari setengah hakikat manusia.

3. Ada yang bahagia ketika ia memberi teladan pengetahuan dan agama pada manusia lain, tapi tidak bahagia ketika manusia lain yang melakukannya. Ia bahagia memanusiakan manusia, tapi tidak bahagia melihat manusia lain memanusiakan manusia. Pada tahap ini, ia baru menjadi setengah hakikat manusia.

4. Yang terbaik adalah yang bahagia ketika memanusiakan dirinya, memanusiakan manusia dan melihat manusia lain memanusiakan manusia. Pada tahap ini, ia telah menjadi manusia yang hakiki.

Seperti kata Eduard Douwes Dekker, tugas manusia adalah menjadi manusia. Inti dari manusia adalah pengetahuan dan agama. Inti dari pengetahuan adalah kebijaksanaan (filosofis) dan kemanfaatan (ilmiah). Sementara inti dari agama adalah akhlak yang baik. Intinya, untuk dapat dikatakan sebagai manusia yang inti, ia  harus bijaksana, bermanfaat dan berakhlak yang baik.

TUHAN SEBAGAI METACOSMOS

Segala sesuatu yang bukan alam semesta, namun segala sesuatu tentang alam semesta merupakan bagian darinya, itulah pengertian metacosmos. Tuhan disebut pula hakikat keberadaan (eksistensi substansial) yang jika Ia tidak ada, maka segalanya ikut meniada. Posisi alam semesta jika dikaitkan dengan alam semesta hanyalah aksiden dari aksiden. Tanpa alam semesta, Tuhan masih memiliki sifat lain selain Maha Mencipta. Karena Maha Mencipta pun ternyata sifat yang aksiden (turunan), disamping Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Kekal yang menjadi sifat Tuhan yang Dzatiyah (substansial).

PANCASILA DAN ALAM SEMESTA

Dari beberapa argumentasi di atas, kita yang merupakan bagian alam semesta yang aksiden ini, tidak dibenarkan lagi untuk bersikap tidak manusiawi (angkuh), terpecah-belah, tidak bijaksana dalam memimpin dan tidak adil dalam kehidupan sosial. Karena kita semua berasal dari satu Realitas Tunggal dan Mutlak, Eksistensinya Eksistensi, Pencipta Segala Sesuatu. Pancasila menyebutnya; KETUHANAN YANG MAHA ESA.


Posting Komentar