Perenialisme
Kamis, 19 Maret 2015 by Unknown in Label:

Perenialisme adalah sebuah cabang filsafat yang sangat tua umurnya. Dimana secara etimologis perenial dari istilah Latin yaitu philoshopia dan perpenis yang artinya adalah filsafat yang abadi. Menurut Charles B. Schmitt perenialisme sudah ada sejak zaman pemikir awal yang istilahnya mulai dikenal pada abad ke 16 yang ia gali sendiri bahwa ternyata ada yang dinamakan filsafat perenial. Tokoh-tokohnya yaitu Marcilio Ficino, Giovanni Pico, Agustino Steuco, dan Leibniz. Menurut Karl Jaspers bahwa tidak menerima filsafat perenial sebagai sistem, karena menurutnya filsafat apapun tidak tunduk pada aturan temporal dan perubahan apapun. Argumen ini diperkuat oleh James Collins bahwa filsafat perenial merupakan kata sifat yang menyintesisikan dua atau lebih pemikiran filsafat menjadi satu sistem pemikiran yang integral dan universal.

Agustino Steuco sendiri menyintesiskan antara teologi, filsafat kuno, dan agama Kristen (Platonisme/Neo-Platonisme). Tambahan dari Aldous Huxley sendiri  bahwa perenialisme ini tidak diketahui siapa pencetusnya dan terdiri atas tiga cabang yaitu metafisika, psikologi, dan etika. Maka dari itu menuntun kita kepada eksistensi Allah “The Ground” atau dasar dunia dan segala isinya. Mereka sepakat seperti yang dikatakan Huxley dalam The Perenial Philosophy merupakan doktrin/ajaran yang ditemukan dalam dongeng tradisional dari masyarakat primitif dan dalam bentuk yang matang dalam setiap agama tingkat tinggi.



            Perenialisme lahir pula untuk mengkritisi filsafat lainnya seperti modernisme dan postmodernisme. Alasan mengkritisi modernisme dipandang sebagai merusak keseimbangan tatanan ciptaan dengan merusak lingkungan hidup yang dimana manusia mendominasi alam. Sedangkan postmodernisme mengkritisi modernisme yang tak luput dari problematikanya sendiri. Postmodernisme adalah sebuah realitas liar yang tak terdefinisikan karena penuh dengan aspek kontradiksi. Postmoderisme memunculkan kembali doktrin-doktrin filsafat perenial yang telah dikubur oleh modernisme. Tidak ada yang mengkritisi kembali perenalisme, karena perenialisme sendiri mengantarkan kita kepada kesadaran akan keseluruhan, keterjalinan, serta keutuhan yang menopang dan mengembangkan dasar segala sesuatu.


            Perenialisme berkarakter holistis dan siklis. Dia menerima segala aspek di dunia ini, baik itu dapat diindrai maupun tidak, dapat diterima akal maupun tidak. Perenialisme memandang segala sesuatunya pada dasarnya sama sehingga dalam agama sendiri dikenal Godhead (Kristen), Tao (Cina), Bunyata/kehampaan (Budha), Brahmana (Hindu), dan Al Haqa (Islam). Dengan demikian fenomena postmodernisme merupakan wujud dari kebangkitan perenialisme.

Posting Komentar