Masa Gelap Pancasila
Jumat, 20 November 2015 by Unknown in Label:


                Lima tahap perkembangan  masyarakat dikemukakan oleh Bung Karno sekitar 1950-an di istana Negara. Pertama tingkat pertumbuhan masyarakat yang hidup dalam gua. Kedua ,tingkat kehidupan masyarakat yang hidup dari hasil perburuan. Ketiga, tingkat pertumbuhan masyarakat yang hidup dari hasil aktivitas bercocok tanam. Keempat, tingkat pertumbuhan masyarakat dari aktivitas kerajinan. Kelima, tingkat kehidupan masyarakat industri. Perubahan cara hidup masyarakat dari aktivitas bercocok tanam dan kerajinan menuju masyarakat industri sangat dipengaruhi oleh perjalanan laut yang dilakukan oleh Vasco da Gama (8 Juli 1497) dan Christopher Columbus pada abad ke-15.

Revolusi Industri di Eropa, Kolonialisme dan Kapitalisme

                Peran dan daya kerja modal pada tahap kelima telah membuat perdagangan di Eropa pada abad ke 15 M berkembang pesat. Dalam rangka inilah, para industrialisasi bangsa-bangsa Eropa bertingkah seperti anak-anak penyu yang baru keluar dari sarang penetasnya. Ramai-ramai berlari mencapai pantai guna menceburkan diri ke samudra untuk mencapai penjajahan negeri-negeri yang masyarakatnya masih bersandar pada sepasang telapak tangan dan kakinya dalam memproduksi segala keperluan hidupnya.


      Kapitalisme adalah wujud nyata dari proses sejarah perkembangan kehidupan masyarakat tahap kelima dari teori yang dikemukakan oleh Bung Karno. Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang dibentuk di atas tiga kaki, yaitu “peran dan daya kerja modal”, ”tenaga kerja manusia”, ”ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)”.

                Ketertindasan penduduk negeri-negeri Asia, Afrika dan Amerika latin oleh kebrutalan kapitalisme Eropa seperti yang dialami oleh masyarkat Indonesia dari VOC adalah akibat dari suksesnya ekspedisi laut Vasco da Gama yang menemukan jalur laut dari eropa ke India. Perlahan tapi pasti, semua itu membuat kapitalisme muda bermetamorfosis menjadi imperialisme yang kemudian bermetamorfosis lagi menjadi kolonialisme.

                Kolonialisme, sebagaimana masyarkat Indonesia rasakan dan alami, berlangsung selama kurang lebih 350 tahun. Tentu cepat atau lambat, belenggu tersebut membangunkan kesadaran masyarakat terjajah untuk bangkit membebsakan diri dari penindasa. Kesadaran itulah yang disebut dengan Nasionalisme.

Lahirnya Kesadaran Nasional

                Seiring timbulnya semangat Nasionalisme itu sendiri kemudian mengalami berbagai kendala yang selalu saja membayang-bayangi roh pergerakannya, yaitu; Satu, kurangnya pemahaman dari masyarakat politik bahkan elit politik tentang apa itu Nasionalisme. Kedua, kurangnya waktu untuk mengingat-ingat dan mempelajari apa dan siapakah warga Indonesia. Ke-tiga, besarnya egoisme kelompok atau golongan masyarakat. Keempat, akibat dari ketiga permasalahan diatas menjadi kalah jernihnya masyarakat dalam memandang dan memahami Nasionalisme ketimbang saat pemerintah Hindia Belanda dulu, yang berhasil memahami secara lugas bahwa Nasionalisme tidak lain adalah lonceng kematian bagi kolonialisme.

Sisi Lain Kapitalisme dan Relasinya dengan Ekonomi Pancasila

                Terlepas dari segala sisi negatifnya, kapitalisme dengan peran dan daya kerja modal yang menjadi tumpuan hidupnya adalah sebuah sisitem-ekonomi yang cenderung mengejar sesuatu yang baru dan maju. Contohnya dapat dilihat dari sisi transportasi. Tidak mungkin tanpa peran kapitalisme, peradaban manusia akan berhasil mengalami lompatan dahsyat dari punggung kuda atau unta melesat ke tranportasi ruang angkasa.

                Akibat proses masa kelahiran bangsa modern berada dalam masa pertumbuhan dan perkembanga kapitalisme, maka jadilah bangsa ini sebagai anak bangsa zaman kapitalisme. Sebagai anak bangsa zaman kapitalisme tak pelak lagi tugas sejarah bangsa untuk mengawal, melindungi pembangunan serta pembangunan kapitalisme. Maka timbullah pertanyaan; apa maunya para elit politik tertentu di Negeri kita yang malah getol mengusung “Neolib” sebagai landasan hidup masa depan bangsa Indonesia (kebalikan dari tujuan masyarakat adil sejahtera). Bukankah ini pertanda bahwa memang para elit politik tertentu tidak memahami Pancasila?

                Dari semua yang diuraikan sebelumnya, kita harus menarik satu kesimpulan yang jelas dan tegas bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terbentuk atau terlahir dari sebuah proses pertarungan kepentingan antara pihak terjajah dan pihak penjajah. Kalau kita bicara soal nation and character building, sifat atau watak bangsa Indonesia sama sekali tidak ada kaitanya dengan nenek moyang kita ,baik mereka yang hidup di zaman Majapahit atau lebih jauh lagi, para ksatria Sriwijaya yang hidup di antara laras harmoni gending Sriwijaya. Watak masyarakat Indonesia sepenuhnya adalah watak anti penjajahan dalam segala bentuk.

                Pada rapat besar BPUPKI 1 juni 1945,sebuah pidato yang kemudian dikenal dengan pidato lahirnya Pancasila, Bung karno bertanya, ”Apakah yang dinamakan bangsa?Apakah syarat dari sebuah bangsa?”. Menurut Bung Karno, syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Berdasarkan Ernest Renan yang menyebutkan syarat bangsa ialah le desire d’etre ensemble yang berarti “kehendak akan bersatu”. “Menurut definisi Renan” kata Bung Karno, maka yang menjadi bangsa adalah suatu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.

                Disadari atau tidak, itulah proses perjalanan perjuangan masyarakat Indonesia, mempersekutukan diri untuk membentuk sebuah bangsa. Logika tugas sejarah bangsa Indonesia bukanlah mengadopsi dan memelihara neoliberalisme, melainkan membangun tatanan sebuah masyarakat adil dan sejahtera.

Memaknai Pancasila

                Apakah sebenarnya Pancasila itu? Sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI 15  juni 1945 “…Timbullah itu oleh karena Economisch Liberalisme. Sistem yang memberi hak sepenuh-penuhnya kepada beberapa orang manusia saja, untuk menghisap, memeras, menindas sesama manusia yang lain. Inilah sebab suburnya kapitalisme dan imperialism, itulah dari padanya saya terangkan asalnya kapitalisme, kapitalisme yang asalnya dari economisch liberalisme, yang asalnya economisch liberalisme dari individualisme. Dengan adanya imperialisme itulah, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya yang terhormat, kita 350 tahun tidak merdeka, maka India tidak merdeka, maka Mesir tidak merdeka ,maka Negara-negara lain tidak merdeka”.

Maka apakah pancasila itu? Pertama, Pancasila tidak lain dan tidak bukan adalah wajah Nasionalisme Indonesia. Kedua, Pancasila adalah jawaban yang diberikan oleh Soekarno atas pertanyaan yang diajukan oleh Ketua BPUPKI pada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka.

                Demikian itu, Pancasila yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya adalah pahatan wajah nasionalisme Indonesia yang diukir dalam semangat serta cita-cita perjuangan pembebasan dan memerdekakan diri sebagai sebuah bangsa yang setara dengan bangsa-bangsa lain di Dunia. Jelas bahwa dasar yang pertama dari pancasila ialah dasar “kebangsaan”sebagiamana hal yang dimaksud terlihat pada kutipan dari pidato lahirnya Pancasila di gedung Tyuuoo Sangi-in (sekarang Departemen Luar Negeri). Manakah sebenarnya sila Pancasila yang di tawarkan oleh Bung Karno itu;
1.       Kebangsaan Indonesia
2.       Internasionalisme, atau Peri Kemanusiaan
3.       Mufakat atau Demokrasi
4.       Kesejahtraan Sosial
5.       Bertuhan yang Berkebudayaan

Maka sangat jelas bahwa menurut sang penggali Pancasila sendiri dasar pertama yang baik dijadikan dasar Negara untuk Indonesia bukanlah salah satu dari keempat sila pancasila seperti yang berlaku sekarang melainkan Sila “kebangsaan Indonesia”. Sedangkan dalam kenyataanya sehari-hari ternyata tidak demikian. Di dalam urutan sila Pancasila itu pun tidak lagi terdapat perbendaharaan kata sila “kebangsaan Indonesia“, melainkan perbendaharaan kata “persatuan Indonesia“ pada urutan ketiga sebagai salah satu dari sila Pancasila. Adakah ini yang dimaksud pengganti sila ”kebangsaan Indonesia?” Mengapa perlu untuk diganti? Dan apakah sama arti kebangsaan dengan persatuan?

Kebangsaan Indonesia vs Persatuan Indonesia

        Mari kita lihat dari sudut pandang Kamus Besar Bahasa Indonesia dari pusat bahasa edisi keempat Departemen Pendidikan Nasional (Dediknas). Di katakan dalam kamus itu bahwa kebangsaan adalah n 1 ciri-ciri yang menandai satu golongan bangsa. Sedangkan kata persatuan menurut KBBI ; n 1 gabungan (ikatan,kumpulan,dsb) beberapa bagian yang sudah bersatu; 2 perserikatan,serikat; 3 perihal bersatu. Di mana ciri bangsa Indonesia? ketika “kebangsaan” itu sendiri tak lagi menjadi hal utama dalam sila-sila pancasila yang seharusnya senantiasa mengingatkan kita akan kejadian masa lalu ,digantikan oleh kata ”Persatuan” yang pemaknaanya hanya mempersatukan beberapa bagian yang sudah bersatu tanpa memberikan ciri yang menandai satu golongan bangsa.

        Mungkinkah hilangnya sila kebangsaan dari kesatuannya dengan Pancasila karena ada orang atau kekuatan politik yang berkepentingan dengan sengaja menghilangkannya? Yang berakibat pupusnya rasa empati antar sesama warga Indonesia? Itulah sekali lagi motivasi untuk dipermasalahkan dalam tulisan ini; tentang hilangnya dan tergantinya sila “kebangsaan Indonesia“ oleh sila “persatuan Indonesia”. Apa lagi setelah adanya kenyataan bahwa hal itu berdampak buruk seperti pudarnya semangat empati dan toleransi antar sesama anak bangsa, yang lebih jauh mendorong terjadinya pelanggaran HAM berat.

Pelanggaran HAM di Bumi Pancasila

        Selaras dengan pidato Pancasila dalam pidato 1 Juni 1945 yang pada sila kedua sama-sama di terangkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Tetapi, gelora nafsu berkuasa terutama pada kekuatan-kekuatan politik tertentu, ternyata dimanapun sama saja, halus atau kasar, berperilaku sama. Menghalalkan segala cara demi bisa meraih segala kepentingannya ,khususnya untuk berkuasa dan atau melanggengkan kekuasaan itu. Sehingga “kesaktian“Pancasila, alih-alih menyempurnakan semangat dan nilai positif penghormatan HAM, justru menambah jelas pencorengan nilai penghormatan atas HAM. Bagaimana tidak pada kenyataanya makna kata “kesaktian” Pancasila ternyata adalah tindakan pelanggaran HAM seberat-beratnya, berupa pembantaian massal atas dasar ketidaksudian hidup bersama disebuah negeri dengan sesama warga bangsa Indonesia yang ideologinya beda dengan ideologinya sendiri.

        Sekitar 1965-1966, di negeri ini berlangsung genosida berdasarkan landasan ideologi yang dianut oleh sebagian warga bangsa Indonesia, dan karena keberhasilan pembantaian terhadap sebagian warga bangsa Indonesia yang berbeda ideologi itulah kemudian dibangun Monumen Kesaktian Pancasila. Tak dapat disangkal lagi oleh siapapun, sehingga tidak mau mengakui adanya pelanggaran HAM berat di negeri ini terkait dengan kejadian peristiwa G30SPKI bahwa perbendaharaan kata Monumen Kesaktian Pancasila adalah pengakuan serta bukti sejarah yang tidak dapat disangkal telah terjadi pelanggaran HAM berat pada 1965.

        Di negeri kita, pemahaman HAM memang masih perlu terus didorong ke taraf yang tepat. Mengapa? Karena jarang orang memahami bahwa masalah HAM adalah masalah kepentingan para pihak terkait di dalamnya. Hanya terang Pancasila sajalah yang akan mengekang bagi terulangnya kejahatan kemanusiaan melalui berbagai tindakan dan bentuk di negeri ini. Mengingat redupnya cahaya Pancasila sesungguhnya adalah penumbuh nafsu berkuasa di ladang egoisme kelompok yang tidak terkendali, di samping intensifnya campur tangan kepentingan asing di dalamnya, sehingga tindak pelanggaran HAM berat maupun ringan akan berulang terjadi.

        Logikanya, hanya dengan kembali pada semangat bersama menerima dan melaksanakan pancasila pada 1 juni 1945. Hanya dengan itu, nafas dan semangat kehidupan Negara dan bangsa Indonesia dapat dipugar, pulih seperti sedia kala ketika dikumandangkannya Pancasila. Dengan demikian makna perbendaharaan kata restorasi bagi bangsa Indonesia tak lain kembali kepada dasar Pancasila. Jadi tulisan ini, yang mana adalah pandangan penulis terhadap buku Masa Gelap Pancasila karya Tan Swie Lin, mencoba mengigatkan kita bahwa akan ada masa gela Pancasila, di mana Cahaya Pancasila redup oleh tangan-tangan pemerintah dan warga Negara yang mereduksi nilai luhur Pancasila pada perbuatan-perbuatan hina-dinanya. Seperti kata Milan Kundera, perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.

Penulis; Hakqul Fattah
Editor  ; Hartono Tasir Irwanto


#SebarIdeologiAksiPancasila

                 

Posting Komentar